Type Here to Get Search Results !

Gambar Monster Laut pada Abad Pertengahan

0

APAKAH HANYA HIASAN SEMATA?

  • Sejarah

 

Bayangkan Anda seorang pelaut abad pertengahan, menatap cakrawala yang penuh misteri. Lautan luas yang belum dipetakan menghampar di depan Anda, tempat di mana cerita-cerita menakutkan tentang makhluk raksasa yang menyerang kapal sering terdengar.

Baca juga : Alasan Flu Sebabkan Pneumonia

Saat Anda membuka peta, gambar monster laut yang mengintai di sudut-sudutnya membuat jantung berdebar. Apakah makhluk-makhluk ini nyata, atau hanya sekadar imajinasi?

Pada zaman ketika pengetahuan tentang dunia masih terbatas, monster laut di peta bukan sekadar hiasan; mereka mencerminkan ketakutan, pengalaman nyata, dan cerita rakyat yang diwariskan dari generasi ke generasi. Inilah jejak awal manusia dalam memahami dunia bawah laut yang gelap dan tak terduga.

Melansir Ancient Origins, pada tahun 2013, British Library menerbitkan buku yang menyoroti keberadaan monster laut pada peta kuno. Buku Sea Monsters on Medieval and Renaissance Maps karya Chet Van Duzer mengkaji secara mendalam berbagai ilustrasi monster laut yang dimasukkan oleh kartografer ke area lautan yang belum dipetakan.

Keberadaan monster laut dianggap sebagai peringatan tentang makhluk yang mungkin ditemui di wilayah tertentu. Meskipun sebagian pihak menganggap ilustrasi tersebut hanyalah hasil imajinasi liar para ilustrator, pada masa itu, makhluk laut seperti paus, hiu, walrus, dan cumi-cumi raksasa jarang terlihat sehingga mudah dianggap sebagai monster.

Menurut Van Duzer, yang juga sejarawan peta di Library of Congress, "Makhluk-makhluk ini terlihat seperti fantasi belaka, seperti sepenuhnya hasil khayalan. Namun, banyak dari mereka sebenarnya berasal dari sumber yang pada waktu itu dianggap ilmiah."

Baca juga : Seawet Apa Bambu untuk Pagar Laut?

Misalnya, ensiklopedia pada masa itu sering memuat referensi tentang hewan darat-air hibrida yang aneh, dan para pembuat peta mengambil kebebasan artistik dalam menggambarkannya.

Dalam bukunya, Van Duzer menelusuri asal-usul monster laut dari berbagai sumber, termasuk "mappa mundi" (peta dunia abad pertengahan Eropa), peta nautika, dan karya "Geography" oleh Claudius Ptolemy, seorang matematikawan dan ilmuwan Greco-Romawi abad kedua. Ptolemy menyusun atlas dunia yang dikenal pada masanya, dan pengaruhnya dapat terlihat pada banyak peta berikutnya.

Dalam mitologi tersebut, Kraken digambarkan sebagai makhluk yang memiliki panjang sekitar 1,6 km dan menyerang kapal-kapal. Ukurannya yang besar sering disalahartikan sebagai sebuah pulau.

Kraken bahkan masuk ke edisi pertama "Systema Naturae" (1735), klasifikasi taksonomi makhluk hidup yang disusun oleh Carolus Linnaeus, seorang botanis dan zoologis asal Swedia. Ia diklasifikasikan sebagai cephalopoda dengan nama ilmiah Microcosmus marinus.

Baca juga : Apa yang Terjadi Jika Nyamuk Dimusnahkan?

Para sejarawan dan ilmuwan meyakini bahwa mitos Kraken berasal dari keberadaan cumi-cumi raksasa di dunia nyata, yang bisa tumbuh hingga 18 meter dan jarang terlihat karena hidup di kedalaman laut.

Melalui penelitiannya, Van Duzer menggambarkan evolusi peta dari masa ketika lautan dipenuhi bahaya imajiner, seperti gurita raksasa dan paus yang menyeret kapal ke dasar laut, hingga peta abad ke-17 yang menunjukkan kapal-kapal menguasai lautan dan mengalahkan monster-monster tersebut. Akhirnya, monster laut menghilang sepenuhnya dari peta.

Kisah monster laut ini mengajarkan bahwa mitologi dan legenda sering berakar dari pengalaman nyata, meskipun tampak fantastis. Banyak cerita dari nenek moyang kita berasal dari peristiwa yang benar-benar terjadi, tetapi dipahami dan diceritakan sesuai pengetahuan mereka pada masa itu.

Meskipun cerita-cerita ini sering dibesar-besarkan (seperti makhluk sepanjang 1 mil atau 1.609 meter), asal-usulnya biasanya mengandung inti kebenaran. Monster laut dalam peta kuno adalah bukti bagaimana manusia zaman dulu mencoba memahami dan memberi makna pada dunia yang penuh misteri.

Baca juga :  Google Akhirnya Resmi Rilis Gemini 2.0

Source : National Geographic

 


 



Tags

Post a Comment

0 Comments

Top Post Ad

Buttom Ads Post